Abstract
Kelestarian pengelolaan hutan merupakan konsep yang samar dan kompleks, oleh karena itu tidak ada satupun alat ukur yang dapat mengukurnya secara jelas. Sertifikasi hutan digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kelestarian pengelolaan hutan yang didasarkan atas kelestarian
produksi, ekologi dan sosial. Kriteria dan Indikator (C & I) untuk kelestarian hutan alam produksi dalam sistem sertifikasi di Indonesia (Lembaga Ekolabel Indonesia) menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai alat dalam proses pengambilan keputusannya. AHP telah lama dikritisi, antara lain karena pendekatan kompensatori menggunakan model
linier additive utilitas untuk mengintegrasikan -nilai baku. Riset ini bertujuan untuk menganalisa beberapa metoda aggregasi nilai baku sebagai alternatif untuk menilai kelestarian pengelolaan hutan. Fuzzy AHP dan Rule Base (Fuzzy Reasoning Method) dipelajari sebagai metode untuk mengatasi kekurangmampuan AHP dalam menangani secara tepat peubah-peubah linguistik. Data hasil proses penilaian sertifikasi Unit Pengelolaan Hutan Labanan, Kalimantan Timur,
Indonesia digunakan untuk menilai kelestarian pengelolaan hutan dengan tiga metode tersebut. Hasil Fuzzy AHP dibanding dengan Normal AHP menunjukkan hasil yeng lebih jelas dan sudah menampung ketidakpastian justifikasi ekspert yang tidak terdapat dalam Normal AHP. Metode Rule Base, yang sangat tergantung kepada pengetahuan dan pengalaman ekspertnya, memberikan hasil yang lebih berarti dan transparan dalam proses penilaian dibanding kedua metode lainnya, yaitu Normal AHP dan Fuzzy AHP.
Keywords: SFM assessment, forest certification, fuzzy decision making, AHP, Fuzzy AHP, Fuzzy Rule Base