Jurnal Veteriner dan Biomedis
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed
<p><strong>Jurnal Veteriner dan Biomedis</strong> diterbitkan oleh <a href="https://skhb.ipb.ac.id/">Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis</a> dalam membantu para akademisi, peneliti dan praktisi untuk menyebarluaskan hasil penelitiannya. Jurnal ini adalah jurnal nasional yang didedikasikan untuk publikasi hasil penelitian dalam lingkup ilmu kedokteran hewan dan ilmu biomedis.</p> <p><strong>Jurnal Veteriner dan Biomedis</strong> menerbitkan paper secara berkala dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Maret dan September dengan bebas biaya proses submisi sampai dengan diterbikan.</p>Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedisen-USJurnal Veteriner dan Biomedis2985-4954Front Matter
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/59443
<p>Front Matter</p>Admin Jurnal Veteriner dan Biomedis
Copyright (c) 2024 Admin Jurnal Veteriner dan Biomedis
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-10-012024-10-0122iiiv10.29244/jvetbiomed.2.2.ii-iv.Back Matter
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/59444
<p>Back Matter</p>Admin Jurnal Veteriner dan Biomedis
Copyright (c) 2024 Admin Jurnal Veteriner dan Biomedis
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-10-012024-10-0122vvi10.29244/jvetbiomed.2.2.v-vi.Phytochemical Potential of Maggot Extract Antimicrobial for Escherichia Colisp. in Diabetic Ulcers of Diabetes Mellitus II
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/53288
<p>Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disorder related to the relative deficiency of insulin secretion, affecting the metabolism of carbohydrates, fats, and proteins, leading to chronic hyperglycemia caused by genetic and environmental factors. This condition significantly impacts the quality of life, primarily due to complications such as diabetic ulcers. Diabetic foot ulcers are non-traumatic lesions on the skin of the foot in individuals with diabetes mellitus, resulting from repeated pressure and associated diabetes complications related to peripheral neuropathy. The healing of wounds can be facilitated through Maggot Debridement Therapy, a treatment involving the application of maggots or larvae of the Black Soldier Fly (BSF). These maggots secrete enzymes that dissolve necrotic tissue, disinfect the wound, and stimulate wound healing. This study aims to analyze the effectiveness of methanol extract from Maggot (H. illucens) in inhibiting the migration of bacterial cultures and its potential as an antimicrobial agent against bacteria found in diabetic foot ulcers (DM II). The maggot was extracted using the maceration method with methanol, and its content was determined through phytochemical and GC-MS tests. The antibacterial test was conducted using E. coli. Phytochemical testing revealed that the methanol extract of maggot contains saponin, as evidenced by the formation of foam after the addition of distilled water and agitation. The results of the antibacterial test indicated that the methanol extract of Maggot (Hermetia illucens) can inhibit the growth of Escherichia coli bacteria concentration of 12,5%.</p>Fariz Jordan Fadillah FarizNada KhairaniDhimas Galih FebrianaFirda Nazhira SalmaElsa Sopiatul KasanahDesy Laila Rahmah
Copyright (c) 2024 Fariz Jordan Fadillah Fariz
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-3022616710.29244/jvetbiomed.2.2.61-67.Sintesis Antihelmintik Nanoherbal Daun Pepaya dan Kemangi dengan Teknik Ultrasonikasi serta Efikasinya Secara In Vivo
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/53365
<p>Infeksi cacing parasit <em>Haemonchus contortus</em> atau haemonchosis yang sering menyerang ruminansia kecil seperti domba dan kambing merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi peternak. Minimnya pengetahuan mengenai penyakit ini serta pengulangan penggunaan antibiotik yang tidak memiliki banyak variasi menyebabkan kerugian ekonomi yang disertai dengan kejadian resistensi antihelmintik. Herbal seperti daun papaya dan kemangi dikenal memiliki zat aktif sebagai antihelmintik serta berpotensi digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi penggunaan antihelmintik sintetik. Modifikasi sediaan herbal melalui penerapan teknologi nano diharapkan mampu meningkatkan efikasi kedua herbal tersebut sebagai antihelmintik. Pada penelitian ini, pembuatan nano herbal dilakukan dengan membuat maserasi ekstrak daun papaya dan daun kemangi. Selanjutnya, ekstraksi tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses homogenisasi emulsi dan ultrasonikasi. Hasil dari ultrasonikasi kemudian diuji menggunakan <em>Particle Size Analyzer </em>(PSA) untuk mengetahui distribusi ukuran partikel. Nilai rataan ukuran kedua sampel tersebut sebesar 921.35 nm. Pada pengujian secara in vivo, pemberian dosis tunggal nanoherbal memberikan hasil kecenderungan penurunan jumlah telur cacing pada kelompok herbal dengan dosis 350 mg/kgBB di hari ke-3 dan hari ke-7 <em>post treatment. </em>Nano herbal kombinasi daun papaya dan daun kemangi dapat berperan sebagai antihelmintik potensial untuk mengatasi haemonchosis pada ruminansia kecil.</p>Nurfara IslamiRidi ArifReza Mahdiah RefliantiTasya Anum
Copyright (c) 2024 Nurfara Islami, ridi arif, Reza Mahdiah Reflianti, Tasya Anum
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-3022687310.29244/jvetbiomed.2.2.68-73.Nilai RBC dan RDW Tikus Model Sepsis yang Diterapi dengan Ekstrak Kecoa Periplaneta americana
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/53743
<p><em>Red Blood Cell</em> (RBC) dan <em>Red blood cell Distribution Width</em> (RDW) merupakan variabel hematologi yang banyak dikaji sebagai biomarker sepsis dan prediktor mortalitas pasien sepsis yang dirawat secara intensif. Penelitian ini bertujuan untuk menanalisis potensi EKP sebagai terapi sepsis tikus model melalui variabel nilai RBC dan RDW. Ekstraksi kecoa <em>P. americana </em>menggunakan metode maserasi dengan etanol 70%. Induksi sepsis pada tikus model menggunakan metode bedah <em>cecal ligation and puncture.</em> Tikus model sepsis dibagi menjadi empat kelompok terapi yaitu NaCl 0,9%, deksametason 0,75 mg/kg, EKP 50 mg/kg, dan EKP 100 mg/kg. Terapi dilakukan secara per oral 24 dan 36 jam setelah bedah CLP. Rataan nilai RBC setelah induksi sepsis dan diterapi masing-masing sebesar 6,76; 7,82; 8,01; dan 6,80. Persentase nilai RDW setelah induksi sepsis dan diterapi masing-masing sebesar 14,7; 13,75; 13,88; dan 14,26. Hasil penelitian menunjukan tidak adanya perbedaan signifikan antara setiap kelompok (P > 0,05), namun nilai RBC dan RDW lebih baik pada kelompok yang diterapi dengan deksametason dan EKP 50 mg/kg. Kesimpulan dari penelitian ini adalah EKP 50 mg/kg berpotensi sebagai terapi sepsis berdasarkan nilai RBC dan RDW tikus model sepsis.</p>Erfan Andrianto AritonangGunantiRini Madyastuti PurwonoSupriyono
Copyright (c) 2024 Erfan Andrianto Aritonang, Gunanti, Rini Madyastuti Purwono, supriyono
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-3022747810.29244/jvetbiomed.2.2.74-78.Potensi Tanaman Alpukat (Persea americana Mill) dalam Bidang Dermatologi
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/55391
<p style="font-weight: 400;">Penggunaan obat tradisional yang berasal dari tanaman dapat menjadi alternatif untuk mengatasi masalah kulit. Tanaman alpukat (<em>Persea americana Mill.</em>) diketahui memiliki banyak khasiat karena mengandung flavonoid, saponin, tannin, alkaloid, steroid<strong>, </strong>dan fenol yang merupakan antioksidan yang berperan dalam menangkal radikal bebas, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif terapi pada beberapa kelainan kulit, serta menjaga kualitas dan penampilan kulit. Metode yang digunakan oleh penulis adalah kajian literatur dari jurnal nasional maupun internasional. Artikel dan jurnal yang didapat dibaca, ditelaah dan dianalisis untuk memberikan informasi baru yang relevan. Hasil penelusuran didapatkan bahwa tanaman alpukat, baik dari daging buah, daun, biji dan kulit memiliki khasiat dalam bidang dermatologi, diantaranya yaitu sebagai antibakteri pada antijerawat, antijamur, tabir surya, agen pemutih, pelembab kulit, dan <em>antiaging</em>. Dapat disimpulkan bahwa tanaman alpukat dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi berbagai masalah kulit, walaupun masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menggali lebih banyak manfaat lain dari tanaman alpukat dalam bidang dermatologi.</p> <p style="font-weight: 400;">Kata kunci: Alpukat, <em>Persea americana Mill</em>, dermatologi.</p>Shalina SebayangRaendi RayendraIetje WientarsihBambang Pontjo Priosoeryanto
Copyright (c) 2024 Shalina Sebayang
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-3022798510.29244/jvetbiomed.2.2.79-85.Efektivitas Infusa Jintan Putih (Cuminum cyminum) sebagai Antidiare pada Mencit (Mus musculus)
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/57099
<p>Jintan putih (Cuminum cyminum) merupakan tanaman yang sudah sejak lama dikonsumsi sebagai bahan masakan dan obat, namun belum terdapat penelitian terkait manfaat jintan putih sebagai antidiare. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas infusa jintan putih sebagai antidiare dan menentukan konsentrasi yang memiliki efek antidiare paling efektif. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui kandungan metabolit sekunder pada jintan putih melalui penapisan fitokimia. Pengujian antidiare dilakukan dengan menggunakan metode proteksi intestinal dengan pemberian sediaan secara peroral. Parameter yang diamati pada metode proteksi intestinal yaitu frekuensi defekasi, konsistensi feses, dan durasi diare. Penelitian ini menggunakan 30 ekor mencit yang dibagi menjadi 5 kelompok terdiri dari kelompok kontrol negatif (Tween-80 [1%]), kontrol positif (Loperamide HCl), dan tiga kelompok perlakuan infusa jintan putih dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 100%. Konsentrasi 25% merupakan konsentrasi jintan putih yang paling efektif, karena menghasilkan durasi diare paling pendek dibandingkan kelompok perlakuan lainnya. Penapisan fitokimia infusa jintan putih menunjukkan bahwa terdapat senyawa metabolit sekunder meliputi alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, dengan tanin sebagai senyawa yang paling berpotensi sebagai antidiare.</p>Fadiela Salima PutriAulia Andi MustikaRini Madyastuti PurwonoLina Novianti Sutardi
Copyright (c) 2024 Fadiela Salima Putri
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-3022869210.29244/jvetbiomed.2.2.86-92.Veterinary Public Health Perspectives in the Slaughter of Sacrificial Animals in Bina Widya District of Municipal Pekanbaru
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/57319
<p>The slaughter of sacrificial animals is an annual ritual held by Muslims throughout the world which is directly associated with the potential spread of animal diseases, both non-zoonotic and zoonotic, and the threat to food safety of animal origin. This research aims to collect data from sacrificial officers in 2023 regarding the implementation of aspects of veterinary public health and animal welfare in the slaughter of sacrificial animals. A total of 58 respondents from 45 mosques in Bina Widya District, Pekanbaru City, were surveyed and interviewed purposively. The survey results show that there are two categories of field conditions, namely positive and negative categories with the negative category (72.85%) occupying the largest percentage compared to the positive category (27.15%). The t-test analysis confirmed that there was a significant difference (t statistical > t(0.95) table) between positive and negative conditions in the infrastructure aspect (3.42 > 2.13); sanitation-hygiene of sacrificial workers (6.06 > 2.13); health of sacrificial animals (4.54 > 2.13); sanitation-hygiene of meat/offal (11.15 > 2.13). Significant differences were not confirmed between positive and negative conditions from animal welfare aspects (1.66 < 2.13). Based on the analysis of the average scores, it was concluded that the infrastructure, sanitation and hygiene of sacrificial workers and sanitation and hygiene of meat/offal were in a “very poor” condition (average score < 26.84), and then the animal welfare and health aspects animals are in a “poor” condition (26.84 < average score < 33.45).</p>Jully HandokoMulya FitrandaDewi Anggreini
Copyright (c) 2024 Jully Handoko
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-3022939710.29244/jvetbiomed.2.2.93-97.Efek Pemberian Antibiotik Kombinasi Spektinomisin dan Linkomisin Selama Satu dan Dua Minggu terhadap Hematologi Broiler
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/57368
<p>Pemberian antibiotik sebagai salah satu upaya terapi maupun pencegahan penyakit bakterial pada ayam tentu sangat penting mengingat broiler rentan terhadap penyakit. Salah satu antibiotik yang digunakan di Indonesia adalah kombinasi spektinomisin dan linkomisin. Status kesehatan ayam dapat diketahui melalui kondisi hematologinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi hematologi berupa kadar hemoglobin, nilai hematokrit, total eritrosit, dan total leukosit pada broiler yang diberikan antibiotik kombinasi spektinomisin dan linkomisin selama satu dan dua minggu. Penelitian menggunakan 40 ekor Day Old Chicken (DOC) broiler yang terbagi dalam 3 perlakuan yaitu kelompok K (kontrol), kelompok A1 (pemberian antibiotik 1 minggu), dan kelompok A2 (pemberian antibiotik 2 minggu). Antibiotik kombinasi spektinomisin dan linkomisin diberikan secara oral lewat air minum dengan menggunakan dosis terapi sebesar 1,5 gram/ 2 liter mulai hari ke-18 sampai hari ke-24 untuk kelompok A1 dan untuk A2 dilanjutkan sampai hari ke-31. Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-32 untuk kelompok A1 dan hari ke-39 untuk kelompok A2 melalui vena brakialis. Sampel digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dengan spektrofotometer, nilai hematokrit dengan hematokrit scale reader, jumlah eritrosit dengan pipet thoma eritrosit “101”, jumlah leukosit dengan pipet eritrosit “11”. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan statistik. Hasil penelitian menunjukkan kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, dan jumlah leukosit tidak ada perbedaan signifikan (p > 0,05). Kesimpulan dari pemberian antibiotik kombinasi spektinomisin dan linkomisin selama 1 dan 2 minggu tidak berpengaruh terhadap hematologi broiler.</p>Cahyo WibisonoAgustina Dwi WijayantiMirza Nur Fadilla
Copyright (c) 2024 Cahyo Wibisono
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-30229810510.29244/jvetbiomed.2.2.98-105.Sitotoksisitas Infusa Daun Srikaya (Annona squamosa) Terhadap HeLa Cell Lines
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jvetbiomed/article/view/58376
<p>Tanaman srikaya merupakan tanaman obat penting yang digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit. Berbagai bagian dari tanaman srikaya memiliki berbagai efek terapeutik, termasuk daunnya sebagai antikanker secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai IC50 infusa dari daun srikaya terhadap HeLa cell line. Uji MTT digunakan dengan memberikan lima konsentrasi, yaitu 50 μg/ml, 100 μg/ml, 200 μg/ml, dan 400 μg/ml terhadap HeLa cell lines yang diinkubasi selama 24 jam. Hasil persentase penghambatan pertumbuhan HeLa cell lines menggunakan infusa daun srikaya masing-masing sebesar 12,12%, 23,77%, 32,61% dan 44,92% dengan nilai IC50 sebesar 1,256 μg/mL. Kesimpulan dari penelitian ini adalah infusa daun Annona squamosa tidak bersifat toksik terhadap HeLa cell lines. Penggunaan infusa daun Annona squamosa perlu dikembangkan lebih lanjut dengan bentuk yang berbeda dan diberikan pada sel yang berbeda agar dapat mengetahui potensi sediaan ini dengan lebih spesifik.</p>Amaq Fadholly
Copyright (c) 2024 Amaq Fadholly
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-09-302024-09-302210611110.29244/jvetbiomed.2.2.106-111.