TY - JOUR AU - Aji Narakusuma, Mochamad AU - Miftah Fauzi, Anas AU - Firdaus, Muhammad PY - 2014/09/12 Y2 - 2024/03/29 TI - RANTAI NILAI PRODUK OLAHAN BUAH MANGGIS JF - Jurnal Manajemen & Agribisnis JA - jma VL - 10 IS - 1 SE - Articles DO - 10.17358/jma.10.1.11-21 UR - https://journal.ipb.ac.id/index.php/jmagr/article/view/8456 SP - 11-21 AB - ABSTRACTThe purposes of this study were to 1) analyze the main problems in value chain of mangosteen product; 2) estimate value added of manggosteen products in BBP Mektan; 3) identify the gap main criteria between the value added and the mangosteen farmers; and 4) determine the mangosteen product priority that can be developed by farmers. The data were analyzed using qualitative and quantitative method such as in depth interview, Hayami value added method, exponential comparison method, and gap analysis. The main problems in value chain of mangosteen product were (A.1) PT IKA was having difficulty to get mangosteen (grade A) as the raw material because of the competition with exporters; (A.2) BBP Mektan’s limited machines and the unequal value added information were the main problems at farmers’ level. (B) The value added analysis of mangosteen products in BBP Mektan resulted mangosteen extract herbal capsules (IDR 153.723/kg), mangosteen rind powder (IDR 56.144/kg), mangosteen seeds lunkhead (IDR 72.500/kg), and mangosteen cocktail (IDR 18.043/kg). (C) The main criteria of the value added gap among farmers is the market certainty (67,87%). (D) Mangosteen rind powder is got the highest priority of value added product that can be applied at farmer level because of the abundance of its raw materials, its high value added, its wide potential market, and the simplicity of technology used. Therefore, local government as law and policy maker has a role to make policies regarding mangosteen trade at the regional level.Keywords: exponential comparison method, gap analysis, hayami value added, mangosteen product, value chainABSTRAKTujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis permasalahan utama terkait rantai nilai produk olahan manggis; 2) melakukan estimasi nilai tambah produk olahan manggis di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan); 3) mengidentifikasi kriteria utama yang menjadi kesenjangan terhadap nilai tambah produk olahan manggis di tingkat petani; 4) menentukan prioritas produk olaha manggis yang dapat dikembangkan di tingkat petani. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif  dengan cara interview mendalam, nilai tambah metode Hayami, metode perbandingan eksponensial, dan analisis kesenjangan. Hasil penelitian menunjukan permasalahan utama dalam rantai nilai produk olahan manggis yaitu (A.1) Kesulitan dari PT Inti Kiat Alam (PT IKA) untuk mendapatkan manggis (grade A) sebagai bahan baku produksi karena adanya kompetisi dengan eksportir;  (A.2) permasalahan utama di tingkat petani ialah keterbatasan mesin yang dimiliki oleh BBP Mektan dan belum meratanya informasi nilai tambah. (B) Hasil analisis nilai tambah produk olahan manggis di BBP Mektan, kapsul herbal ekstrak manggis (Rp153.723/kg), tepung kulit manggis (IDR 56.144/kg), dodol biji manggis (Rp72.500/kg), dan koktail manggis(Rp18.043/kg). (C) Kriteria utama yang menjadi kesenjangan terhadap nilai tambah di tingkat petani ialah kepastian pasar (67,87%).  (D) Tepung kulit manggis menjadi prioritas utama sebagai nilai tambah yang dapat dikembangkan di tingkat petani disebabkan kondisi bahan baku yang melimpah, nilai tambah yang tinggi, potensi pasar yang luas, dan kesederhanaan adopsi teknologi yang digunakan. Oleh karena itu, Peran pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan dan hukum perlu membuat peraturan yang jelas mengenai perdagangan manggis di tingkat daerah. Kata kunci: analisis kesenjangan, nilai tambah Hayami, metode perbandingan eksponensial, produk olahan manggis, rantai nilai ER -