Strategi penanganan anak babi sapih dini sebagai akibat agallactia atau induk mati
Abstract
Keberhasilan budidaya ternak babi dengan pola usaha produksi anak yang dipasarkan pada periode lepas sapih dan bahkan dibesarkan kemudian dijual pada bobot siap potong (60 - 100 kg/ekor), sangat dibatasi oleh jumlah ternak yang dapat dipasarkan. Jumlah ternak babi tersebut dipengaruhioleh jumlah anak/induk/paritas yang bertahan hidup sampaiumur pernasaran yang dikehendaki produsen.Tingkat mortalitas anak-anak babi prasapih merupakan salah satu faktor penentu yang sering kali menjadi suatu masalah yang serius dalam budidaya ternak babi. Walaupun Hutton (1989) berpendapat bahwa periode kritis bagi anak-anak babi terjadi pada umur lepas sapih, tetapi ternyata pada periode menyusui ("suckling period") nasib anakanak babi juga rawanPenelitian-penelitian tentang aspek yang berpengaruh pada penampilan anak babi pada periode menyusui telah banyak dilakukan di negara-negara produsen (Ewbank; 1976; Mabry et al., 1983; King dan Williams, 1984a, b; McGlone et al.. 1988, Prawirodigdo et al., 1990b). Demikian menariknya topik mengenai penampilan anak-anak babi sehingga mortalitasanak babi prasapih telah dievaluasi sejak 51 tahun yang lalu (Donald, 1939) hingga pada dekade akhir-akhir ini (Baxter, 1989; Cronin, 1989a, b; Cutler et al.. 1989; Hartmann et al., 1989). Informasi serupa di negara tropika khususnya di Indonesia sangat diperlukan, lebih-lebih pada saat ini pemerintah Indonesia juga sedang menggalakkan budidaya ternak babi untuk memenuhi salah satu kebutuhan ekspor komoditi nonmigas.Studi ini memberikan ulasan mengenai teknik-teknik yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi kematian anak-anak babi prasapih sebagai akibat kegagalan memperoleh susu dari induknya.Downloads
Download data is not yet available.
Section
Articles