KIVFA-1 Prevalensi Japanese Encephalitis pada Ternak Babi di Beberapa Lokasi Peternakan di Sulawesi Utara
Abstract
Japanese encephalitis adalah penyakit viral zoonotik yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini disebabkan oleh arbovirus (arthropod borne virus) yaitu dari famili Flavivirus yang menyerang susunan sayaraf pusat (Central Nervus System). Di alam, virus ini dapat bertahan hidup dalam tubuh unggas liar (seperti pada bangsa burung bangau) dan juga hewan-hewan lainnya, terutama pada hewan babi. Infeksi pada manusia, virus tersebut dapat menyebabkan penyakit syaraf yang serius. Gejala umum penyakit tersebut antara lain seperti: sakit kepala, demam tinggi, leher terasa kaku (kaku kuduk), pergerakan yang tidak normal (tremor dan kejang-kejang pada anak-anak), mengganggu kesadaran dan koma. Tingkat keparahan (Case Fatality Rate) dari penyakit ini berkisar 20% - 40%. (Anonim, 2006).
Virus J. encephalitis adalah virus yang dikelompokkan ke dalam Arbovirus (Arthropod Borne Virus) tipe B, sehingga sering disebut sebagai penyakit Japanese B Encephalitis. Nama virus ini adalah Flavivirus encephalitis. Selain menyerang manusia, virus ini dapat menyerang pada kelompok ternak seperti: kuda, keledai dan babi. Pada kelompok hewan lainnya, virus inipun dapat menyerang, seperti: sapi, kambing, kucing dan anjing, namun dengan gejala penyakit yang tidak spesifik
Agen penyakit J. encephalitis dapat disebarkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi sebagai vektor. Pada ternak babi yang terinfeksi, virus ini akan menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah (viremia) dalam kadar yang tinggi dan dalam waktu yang relatif lama. Oleh sebab itu, ternak babi merupakan hewan reservoir (Amplify Host) yang penting bagi penyebaran penyakit ini (Anonimous, 2011). Manusia merupakan dead-end bagi penularan virus J. encephalitis, karena viremia yang terjadi cepat dalam peredaran darah. Viremia pada penderita hanya beberapa jam saja sehingga sulit ditularkan ke orang lain. Siklus pemularan yang penting untuk suatu tingkat endemisitas suatu daerah adalah siklus penularan di hewan terutama pada babi yang didukung oleh populasi nyamuk sebagai vektor penyakit J. encephalitis. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan bahwa babi dianggap sebagai reservoir utama penularan virus Japanese di Indonesia,
Tidak adanya gejala klinis yang khas dari penyakit J. encephalitis pada hewan. diagnosa sulit dilakukan, sehingga pemeriksaan laboratorium terhadap penyakit J. encephalitis mutlak diperlukan (Sendow dkk., 2000). Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan serologis, seperti uji inhibisi haemaglutinasi, netralisasi serum atau ELISA. Untuk mendeteksi adanya antibodi yang ditimbulkan oleh infeksi alami virus J. encephalitis, maka metode ELISA merupakan salah satu uji spesifik yang dapat dipakai sebagai diagnosa serologis terhadap adanya antibodi J. encephalitis (Hadi dkk, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran, prevalensi dan besarnya angka infeksi virus J. encephalitis pada ternak babi dengan mendeteksi adanya antibody J. encephalitis menggunakan uji Competitve Enzyme Lingked Immuno Assay (C-ELISA). Dengan diketahuinya penyebaran infeksi virus J. encephalitis pada babi di Provinsi Sulawesi Utara, secara tidak langsung bisa dijadikan sebagai indikator kemungkinan adanya ancaman penularan virus J. encephalitis ke manusia, apalagi bila lokasi peternakan babi berdekatan dengan pemukiman penduduk.
Penelitian dilaksanakan pada 4 (empat) lokasi kandang di Provinsi Sulawesi Utara, dengan mendeteksi adanya antibodi yang ditimbulkan oleh infeksi alami virus J. encephalitis.