Produksi Simplisia Kumis Kucing dengan Perbedaan Cara Pemupukan dan Ketinggian Pangkas pada Rotasi Panen Tiga Minggu

  • Rista Delyani
  • Ani Kurniawati
  • Maya Melati
  • Didah Nur Faridah

Abstract

ABSTRACT

Cat whisker has been known as multifunctional herb. Good agricultural practice of cat whisker is necessary to produce high yield and good quality of simplicia as source of bioactive compound. As ratoon-harvested plant, fertilization and harvest management are important to maintain growth condition and production at each harvest. The objective of this study was to determine the best technique of fertilizer application and cutting height to obtain the highest simplicia of cat whisker production. The experiment was arranged in split plot design with three replications. The treatment were technique of organic fertilizer application (one time/10 ton ha-1 at transplanting time, and split /5 ton ha-1 at transplanting time+5 ton ha-1 at second harvest) as  main plot and  cutting height (one time /10, 20 and 30 cm above ground level) as sub plot. Growth and production data were collected. Result showed that the application of 10 ton ha-1 manure at transplanting time and harvest at 30 cm cutting height produced the highest simplicia production. One time application of fertilizer produced 3.09 ton ha-1 meanwhile split application only produced 2.81 ton ha-1 of simplicia. Harvest at 30 cm cutting height resulted in higher total simplicia production (3.24 ton ha-1) than at 10 dan 20 cm cutting height (2.66 and 2.95 ton ha-1, respectively. The average total simplicia production in 6 times harvesting during 23 weeks after transplanting was 2.95 ton ha-1. There is no significant interaction effect of the treatments on total simplicia production.

 

Keywords: medicinal plant, organic, perennial plant, ratooning, split application

 

ABSTRAK

Kumis kucing dikenal sebagai tanaman obat yang serbaguna. Praktik pertanian yang baik atau Good Agricultural Practices (GAP) pada tanaman kumis kucing diperlukan untuk menghasilkan produksi biomassa yang tinggi dan simplisia yang berkualitas sebagai sumber senyawa bioaktif. Sebagai tanaman yang dapat dipanen lebih dari satu kali, pengaturan pemupukan dan panen penting untuk mempertahankan kondisi tanaman dan produksi yang dihasilkan di setiap panen. Penelitian ini bertujuan mendapatkan cara pemupukan dan ketinggian pangkas yang terbaik demi menghasilkan produksi simplisia yang tinggi. Penelitian disusun menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) dengan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah cara pemberian pupuk (sekaligus /10 ton ha-1 saat pindah tanam dan bertahap /5 ton ha-1 saat pindah tanam +5 ton ha-1 saat panen kedua) sebagai petak utama dan ketinggian pangkas (10, 20, dan 30 cm dari permukaan tanah) sebagai anak petak. Data pertumbuhan dan produksi diamati selama penelitian. Hasil menunjukkan bahwa produksi simplisia daun kumis kucing tertinggi diperoleh dengan memberikan pupuk kandang secara sekaligus sebanyak 10 ton ha-1 saat pindah tanam dan memangkas dengan ketinggian pangkas 30 cm dari permukaan tanah. Pemberian pupuk kandang secara sekaligus menghasilkan simplisia daun sebesar 3.09 ton ha-1. Jumlah ini lebih tinggi dibanding produksi pada perlakuan pemupukan secara bertahap yaitu 2.81 ton ha‑1. Ketinggian pangkas 30 cm mampu menghasilkan produksi simplisia daun total lebih banyak, yaitu 3.24 ton ha-1, dibanding yang dihasilkan dari ketinggian pangkas 10 dan 20 cm yaitu masing-masing 2.66 dan 2.95 ton ha-1. Rata-rata produksi total simplisia hingga 23 MST dengan enam kali pemanenan mencapai 2.95 ton ha-1. Tidak terdapat pengaruh interaksi antar perlakuan terhadap produksi total simplisia daun.

Kata kunci: organik, pemupukan bertahap, ratun, tanaman obat, tanaman tahunan

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2017-12-13
How to Cite
DelyaniR., KurniawatiA., MelatiM., & Nur FaridahD. (2017). Produksi Simplisia Kumis Kucing dengan Perbedaan Cara Pemupukan dan Ketinggian Pangkas pada Rotasi Panen Tiga Minggu. Jurnal Hortikultura Indonesia, 8(3), 209-217. https://doi.org/10.29244/jhi.8.3.209-217