https://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/issue/feedActa VETERINARIA Indonesiana2023-12-01T09:38:39+07:00Ridi Arifacta.vet.indones@gmail.comOpen Journal Systems<p class="MsoNormal"><strong><img src="/public/site/images/adminactavet/Picture1.png" alt="" align="left">Acta VETERINARIA Indonesiana . Acta Vet Indones . The Indonesian Veterinary Journal</strong> is an open access, peer-reviewed, online journal that publishes articles in the form of research, reviews, case studies, and short communications relating to various aspects of science in veterinary, biomedical, animal husbandry, biotechnology, and biodiversity of fauna. Articles are written in Indonesian or English. Acta VETERINARIA Indonesiana is published by the Faculty of Veterinary Medicine of the Bogor Agricultural University (FKH IPB) in collaboration with the Indonesia Veterinary Medical Association (PDHI). This journal is published since 2013, published 3 (three) times in 1 (one) year, i.e. in March, November, and July. P-ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373, Accreditation of "SINTA 2" Kemenristekdikti No. 148 / M / KPT / 2020</p>https://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/43373Karakteristik Kejadian dan Capaian Program Eliminasi Filariasis di Provinsi Bengkulu2023-11-30T21:58:33+07:00Deri Kermelitakermelitaderi@apps.ipb.ac.idUpik Kesumawati Hadiupikke@apps.ipb.ac.idSusi Sovianaupikke@apps.ipb.ac.idRisa Tiuriaupikke@apps.ipb.ac.id<p>Limfatik filariasis ditemukan hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus tahun 2020 sebanyak 9.906 kasus. Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi endemis filariasis di Indonesia dengan jumlah penderita tahun 2011-2020 sebesar 66 orang. Program pemberian obat pencegahan massal (POPM) telah dilaksanakan sejak tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sebaran penderita filariasis klinis serta gambaran pencapaian program eliminasi filariasis di Provinsi Bengkulu. Penelitian ini menggunakan data sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu yang mencakup seluruh wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu. Kasus dikelompokkan menjadi 8 kategori usia menurut depkes (2009) yakni < 11 tahun, 12-16 tahun, 17-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun, 56-66 tahun dan > 66 tahun. Perbedaan jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia diuji menggunakan uji Chi-square. Sebaran tempat berdasarkan kabupaten dilaporkannya penderita, data ditampilkan dalam bentuk peta wilayah dan tabel. Data Program POPM dianalisis berdasarkan capaian pengobatan serta angka keberhasilan pengobatan sejak tahun 2011 hingga tahun 2017. Sebaran kasus filariasis di Provinsi Bengkulu menunjukkan bahwa penderita filariasis di dominasi jenis kelamin perempuan dan usia produktif. Penyebaran kasus filarisis sejak tahun 2011-2020 berfluktuasi, akan tetapi terjadi perluasan sebaran wilayah kabupaten yang melaporkan kasus filariasis. Gambaran pelaksanaan POPM baik angka capaian cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan telah melebihi target nasional.</p>2023-11-20T15:32:36+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/44874Prevalensi, Faktor Kejadian dan Pengaruh Endometritis Terhadap Efisiensi Reproduksi pada Sapi Perah2023-11-30T21:58:35+07:00La Ode Muhammad Aswad Salamlm.aswadsalam@gmail.comMuhammad Agilrhinogil@apps.ipb.ac.idMohamad Agus Setiadisetiadi03@yahoo.com<p>Endometritis merupakan gangguan reproduksi akibat infeksi uterus yang menyebabkan penurunan efisiensi reproduksi dan kerugian ekonomi yang cukup besar pada peternakan sapi perah. Tujuan penelitian untuk mengetahui dan menganalisis secara spesifik tentang prevalensi, faktor kejadian dan pengaruh endometritis terhadap efisiensi reproduksi pada sapi perah. Penelitian ini menggunakan data sekunder 580 ekor sapi perah dari 98 peternak yang dikoleksi dari data recording reproduksi sapi perah di KPBS Pangalengan periode Januari sampai dengan Juni 2020. Data prevalensi, faktor kejadian endometritis, service per conception, conception rate dan pregnancy rate dianalisis secara deskriptif menggunkan Microsoft Excel, sedangkan jarak lahir ke IB pertama dan days open dianalisis mengunakan independent-sample t test. Hasil penelitian ditemukan data 120 ekor sapi perah yang mengalami endometritis dan 460 ekor tanpa endometritis dengan tingkat prevalensi sebesar 20,69%, prevalensi tertinggi pada laktasi ≥2, faktor kejadian berturut-turut adalah infeksi post partus pada partus normal (41,67%), kesulitan melahirkan (41,67%), retensio plasenta (9,17%), abortus (4,17), hipokalsemia/milk fever (2,50%) dan metritis (0,53%). Sapi dengan endometritis mengalami penundaan jarak lahir ke IB pertama dibandingkan tanpa endometritis (123,57±52,77 vs 90,94±41,18 hari) dan perpanjangan days open (146,98±63,01 vs 104,31±46,13 hari). Dapat disimpulkan bahwa kejadian endometritis dapat menurunkan efisiensi reproduksi pada sapi perah dengan perpanjangan days open sekitar 2 siklus estrus.</p>2023-11-20T15:33:31+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/48170Potensi daun kumis kucing dalam meningkatkan hematopoiesis pada kondisi kerusakan ginjal2023-11-30T21:58:35+07:00Aryani Satyaningtijasaryanisa@apps.ipb.ac.idJoko Pamungkasjoko.pamungkas@apps.ipb.ac.idSiti Sa’diahsitisa@apps.ipb.ac.idIetje Wientarsihietjewi@apps.ipb.ac.idTrioso Purnawarmantrioso@apps.ipb.ac.idRini Madyastuti Purwonorinipurwono@gmail.comKhoirun Nisakhoirunnisa555@gmail.comRadhitya Aryo Nugrohoradhityaaryo@gmail.comCresensia Rara HadiyantiCresentiar@gmail.comRonald Tarigantariganronald@apps.ipb.ac.id<p>Kerusakan ginjal berdampak pada proses eritropoiesis karena ginjal merupakan organ utama penghasil eritropoietin (EPO). Tanaman kumis kucing secara turun-temurun sudah digunakan untuk pengobatan gangguan saluran kemih, hipertensi, dan diabetes mellitus. Tanaman ini diketahui mengandung berbagai zat aktif yang bersifat nefroprotektif, seperti flavonoid, tannin, saponin, phenol, serta terpenoid. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi tanaman kumis kucing untuk memperbaiki profil eritosit pada kondisi kerusakan ginjal yang diinduksi oleh etilen glikol. Sebanyak 35 ekor tikus galur <em>Sprague Dawley</em> jantan berumur 7 bulan dibagi ke dalam 7 kelompok perlakuan dengan pemberian etilen glikol dan atau ekstrak kumis kucing dengan lama permberian yang berbeda. Pemberian ekstrak daun kumis kucing mampu meningkatkan jumlah eritrosit pada tikus serta menekan penurunan jumlah eritrosit saat dan setelah pemberian etilen glikol. Selain itu, pemberian ekstrak kumis kucing juga mampu menurunkan jumlah leukosit serta rasio neutrofil: limfosit yang meningkat akibat induksi etilen glikol. Ekstrak kumis kucing memiliki potensi untuk memperbaiki proses eritropoiesis dan menekan peradangan pada kasus kerusakan ginjal.</p>2023-11-20T15:36:11+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/47439Identifikasi Bakteri Pencernaan dan Uji Resistansi pada Primata di Kebun Binatang Bukittinggi2023-11-30T21:58:36+07:00safika safikasafika@apps.ipb.ac.idAgustin Indrawatiindraseta@apps.ipb.ac.idRahmat Hidayatrahmathrp.ipb@gmail.comUsamah Afiffusamahaf@apps.ipb.ac.idTitiek Sunartatietitiek@apps.ipb.ac.idChorrysa Nauval Firdanahorrysan@gmail.comAlvira Destri Prameswarialvira_destri@apps.ipb.ac.id<p>Bakteri merupakan satu di antara penyebab terjadinya beberapa penyakit infeksi. Jenis bakteri yang dapat menginfeksi tubuh berbeda-beda tergantung organ atau lokasi target. Organ yang sering diinfeksi oleh bakteri adalah saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis bakteri saluran pencernaan dan pola resistansi bakteri terhadap beberapa jenis antibiotik. Feses primata diperoleh dari Kebun Binatang Bukittinggi yang diisolasi pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), MacConkey agar (MCA), dan agar darah. Isolat bakteri yang didapat kemudian diuji dengan pewarnaan Gram, dan uji biokimia untuk diidentifikasi. Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang didapat dilakukan uji resistansi dengan metode disk Kirby Bauer. Jenis bakteri Gram negatif yang dapat diidentifikasi yaitu Shigella sp., Proteus sp., Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, dan Yersinia sp., serta bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus sp., Stomatococcus mucilaginosus, dan Bacillus sp.. Bakteri E. coli mengalami resistan terhadap antibiotik ampisilin, streptomisin, eritromisin (2 isolat dari 2 isolat), amoksisilin tetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, gentamisin, kloramfenikol dan asam nalidiksat (1 isolat dari 2 isolat), sedangkan bakteri S. aureus hanya mengalami resistansi terhadap antibiotik ampisilin dan amoksisilin (1 isolat dari 1 isolat). Resistansi tersebut dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat, perpindahan gen antarmikroorganisme.</p>2023-11-20T15:42:24+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/50185Evaluasi Performa Ayam Broiler Setelah Pemberian Produk Cellulovit® pada Fase Finisher2023-11-30T21:58:37+07:00Hamdika Yendri Putrahamdika.yendri@gmail.comNugroho Sampurnohamdika.yendri@gmail.comFiqhi Alfiansyahhamdika.yendri@gmail.comKoestijantohamdika.yendri@gmail.comIrawanhamdika.yendri@gmail.com<p>Peningkatan produksi ternak dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan meningkatan kualitas nutrisi, penambahan suplemen dan pemberian bahan bahan yang meningkatkan kecernaan pakan. Selain faktor pakan, sediaan yang dapat memperbaiki kualitas usus perlu diberikan karena didalam usus terdapat mikroflora normal yang membantu pencernaan makanan. Pertumbuhan mikroba yang menguntungkan diperlukan dalam tubuh ayam broiler untuk memperlancar pencernaan pakan. Pemberian enzim sebagai suplemen pakan masih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan peningkatan performa ayam broiler pada fase finisher setelah diberikan produk Cellulovit®. Produk yang digunakan mengandung enzim papain yang diindikasikan dapat meningkatkan kecernaan usus ayam. Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam dengan sistem close house dengan populasi 6.285 ekor ayam. Produk diberikan pada minggu ke 4 pemeliharaan. Pemberian sediaan dilakukan dengan menambahkan bahan ke dalam air minum dengan dosis 1 mL dalam 2 Liter air minum. Pemberian sediaan dilakukan dari hari ke 21 hingga hari ke 26. Penelitian ini mengamati performa ayam yang meliputi Feed Intake (FI), Average Daily Gain (ADG), Body Weight (BW), dan Feed Consumption Rate (FCR). Data dikoleksi dalam bentuk tabulasi dan diolah secara statistic dengan ANOVA single parameter menggunakan perangkat lunak R software. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan dalam konsumsi pakan, Feed Consumption Rate (FCR), dan peningkatan bobot badan harian ayam. Parameter Feed Intake meningkat 72% dibandingkan dengan sebelum pemberian produk, Feed Consumption Rate (FCR) menurun dari 1.9 menjadi 1.8. Bobot badan meningkat 59.9% dibandingkan dengan sebelum pemberian sediaan. Pertambahan bobot badan mingguan meningkat 89.6% dibandingkan dengan sebelum pemberian sediaan. Hal ini menunjukan pemberian Cellulovit® memberikan efek yang baik terhadap performa ayam broiler fase finisher.</p>2023-11-20T16:11:24+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/47755Analisis In Silico Senyawa Flavonoid Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) pada Reseptor α-Amilase Sebagai Antihiperglikemik2023-11-30T21:58:39+07:00Indah Kurnia Klaraindahkurniaklara@gmail.comRini Madyastuti Purwonorinipurwono@gmail.comPudji Achmadipudjiachmadi40@yahoo.co.id<p>Pengujian in vitro dan in vivo kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai antihiperglikemik sudah dilakukan sebelumnya dan memberikan hasil yang efektif, namun mekanismenya pada hewan belum diketahui. Penelitian ini bertujuan menganalisis mekanisme senyawa metabolit kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang dapat menghambat enzim α-amilase pada hewan melalui penambatan molekuler secara in silico. Profil farmakokinetik ligan diprediksi berdasarkan aturan Lipinski. Prediksi toksisitas dilakukan menggunakan admetSAR. Reseptor diperoleh dari basis data PDB (ID 1OSE). Ligan pembanding yang digunakan adalah akarbosa. Penambatan molekuler dilakukan dengan menambatkan ligan uji brazilin, protosappanin B, protosappanin C, dan sappanchalcone pada enzim α-amilase menggunakan Autodock Vina. Penambatan molekuler dianalisis dengan energi ikatan (ΔG), konstanta inhibisi, serta ikatan kimia. Hasil penambatan molekuler menunjukkan semua ligan uji memiliki potensi sebagai antihiperglikemik. Ligan uji brazilin memiliki aktivitas penghambatan enzim α-amilase lebih baik daripada akarbosa berdasarkan nilai ΔG dan %BSS.</p>2023-11-20T16:28:54+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/45992Nigella Sativa Seed Extract has Potential Antimicrobial Activity on Pasteurella multocida in Vitro2023-11-30T21:58:40+07:00Henni Vandahennivanda75@unsyiah.ac.idZakya Ardizakya.ardi@gmail.comWahyu Eka Sariwahyueka_sari@unsyiah.ac.idMuhammad Hambalhambal.m@usk.ac.id<p>Nigella sativa known as black cumin has various bioactive compounds to treat many diseases. Some of the benefits of N. sativa seed are as immune booster, antihistamin, anti-diabetic, antihypertension, antiinflammatory, antimicrobial, and antitumor. This study aimed at determining the antimicrobial activity and finding out the effective concentration of N. sativa seed ethanolic extract on Pasteurella multocida in vitro. N. sativa seed extract was divided into three groups consisting of 15% extract (T1), 25% extract (T2), 45% extract (T3), and chloramphenicol was used as positive control. For antimicrobial test, Kirby Bauer diffusion method was used, and the data were analyzed by ANOVA. The results revealed that T3 had the most effective antimicrobial activity, shown by the largest inhibition zone (17.72 mm), followed by T2 (15.93 mm) and T1 (10.75 mm). ANOVA test results showed significant differences (P<0.05) in each group. The antimicrobial effect of T3 and T2 was categorized as strong, whilst T1 as moderate. From the results it can be concluded that N. sativa seed extract had strong and moderate inhibition activity on the growth of P. multocida, therefore, N. sativa seed is a potential candidate for antimicrobial drug development againts P. multocida.</p>2023-11-20T16:49:09+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/48169The Bambara Groundnut’s Potential for Heart Histological Repair in Protein-Deficient Female Mice2023-11-30T21:58:41+07:00Nabila Ramiza Puteriramizanabila5@mail.ugm.ac.idRimonta Febby Gunanegaragunanegara@mail.ugm.ac.idSunartinartyr@ugm.ac.idArdaning Nurilianiardaning@ugm.ac.id<p>Defisiensi protein diketahui memberikan perubahan histologis yang signifikan pada jantung seperti hipertrofi, penebalan dinding ventrikel kiri, peningkatan deposisi matriks ekstraseluler dan diameter kardiomiosit, serta fibrosis interstisial. Kacang bambara (Vigna subterranea) dengan kandungan protein dan asam amino berpotensi untuk menanggulangi defisiensi protein dan memperbaiki perubahan struktur histologis pada jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh defisiensi protein 10% dan penambahan kacang bambara terhadap struktur histologis jantung mencit betina galur Swiss-Webster. Lima belas jantung dari 5 kelompok dikumpulkan untuk dipreparasi dengan metode parafin setebal 6 μm, dan diwarnai dengan Hematoxylin-Eosin dan Mallory Acid Fuchsin. Data dalam penelitian ini adalah parameter biometrik, lebar kardiomiosit, dimensi internal ventrikel kiri (LVID), ketebalan dinding posterior ventrikel kiri (LVPW), dan struktur histologis otot jantung. Data kuantitatif dianalisis dengan ANOVA satu arah dan post hoc dengan Duncan (p-value=0,05), sedangkan data kualitatif dianalisis menggunakan Kruskal Wallis (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok kontrol dan perlakuan pada parameter biometrik, LVID, LVPW, dan lebar kardiomiosit. Pada parameter struktur histologis otot jantung, kelompok defisiensi protein menunjukkan perubahan berupa lesi atrofi, hipertrofi, nekrosis, dan fibrosis yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kacang bambara. Dengan demikian, penambahan kacang bambara berpotensi sebagai suplemen protein yang dapat memperbaiki struktur jantung pada kondisi defisiensi protein</p>2023-11-21T08:41:00+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/46889Analisis Serum Symmetric Dimethylarginine dalam Berbagai Gejala Klinis pada Anjing2023-11-30T21:58:41+07:00Erni Sulistiawatie_sulistia12@apps.ipb.ac.idZulfitra Utami Putrie_sulistia12@apps.ipb.ac.idCucu K. Sajuthie_sulistia12@apps.ipb.ac.id<p style="font-weight: 400;">Symmetric dimethylarginine (SDMA) merupakan golden standard untuk menilai fungsi ginjal terutama terkait glomerular filtration rate (GFR). Nilai SDMA pada serum dapat digunakan untuk mendeteksi Chronic Kidney Disease (CKD) sebelum kreatinin mengalami peningkatan diatas nilai normal pada anjing. Nilai SDMA telah dibuktikan sebagai pendeteksi awal kondisi penyakit ginjal, namun belum banyak data yang menjelaskan tentang adanya peningkatan nilai SDMA terkait gejala klinis lain selain penyakit ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi penyebab peningkatan nilai SDMA dengan proses penyebab peningkatan nilai SDMA terkait dengan gejala klinis yang timbul pada anjing selain gangguan ginjal. Penelitian dilakukan pada 20 ekor anjing dengan berbagai gejala klinis yang dilengkapi dengan data jenis kelamin, usia, dan pemeriksaan parameter kimia darah (BUN, kreatinin, ALT, total protein, albumin) dan SDMA. Nilai SDMA dianalisis dari sampel serum dengan menggunakan IDEXX Catalyst® SDMA Test. Hasil penelitian manunjukkan anjing yang mengalami gejala klinis terkait gangguan sistem urinari (60%) memiliki persentase tertinggi diikuti oleh gejala klinis terkait gangguan sistem pencernaan (45%), gangguan jantung (20%), gangguan mata dan gangguan periodontal (15%), gangguan otot dan tulang (10%), dan gangguan kulit (5%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai SDMA juga dapat terjadi pada berbagai gangguan fungsi organ dengan gejala klinis yang tidak spesifik menunjukkan gangguan fungsi ginjal.</p>2023-11-21T08:46:32+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/42422Studi Kasus Gallbladder Mucocele disertai Ehrlichiosis pada Anjing Beagle2023-11-30T21:58:42+07:00Deni Novianadeni@apps.ipb.ac.idJihan Fadilah Rachman Nurullahjihanmochi@gmail.comFitria Senja Murtiningrummurtiningrum_23@apps.ipb.ac.idDwi Utari Rahmiatidwi-ut@apps.ipb.ac.idWasmen Manaluwasmenmanalu@ymail.com<p>Komplikasi <em>gallbladder mucocele</em> dan Ehrlichiosis akibat infeksi bakteri <em>Ehrlichia canis</em> <em>(E. canis)</em> dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga kematian pada anjing. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik <em>gallbladder mucocele</em> serta Ehrlichiosis pada anjing melalui interpretasi ultrasonografi abdomen, hematologi, dan kimia darah serta studi terkait terapi yang diberikan. Seekor anjing <em>beagle</em> betina berumur ±15 tahun milik RSHP SKHB IPB University memiliki keluhan muntah frekuen, penurunan nafsu makan, dan lesu. Pemeriksaan fisik pada hewan menunjukkan BCS rendah dan dehidrasi. Sonogram abdomen menunjukkan adanya pembesaran <em>gallbladder</em> disertai adanya endapan sekitar 90 % dengan ekhogenitas hiperekoik. Pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan nilai ALT 132 U/L, total protein 8.3 g/dL, anemia (eritrosit 2.68 x 10<sup>6</sup> µL), trombositopenia (trombosit 20 x 10<sup>3</sup> µL), leukopenia (leukosit 4.8 x 10<sup>3</sup> µL), limfopenia (limfosit 0.6 x 10<sup>3</sup>), dan kadar<em> blood urea nitrogen </em>yang tinggi (187 mg/dL). Evaluasi <em>Rapid test kit</em> menunjukkan anjing positif terinfeksi <em>E. Canis.</em> Kombinasi terapi asam ursodeoxycholic, hepatoprotektan, antibiotik, suplemen darah, dan vitamin diberikan selama 2 bulan. Evaluasi sonogram dan darah dilakukan setiap 4 minggu. Kondisi anjing sempat menunjukkan adanya perbaikan, namun akhirnya pasien mati setelah 8 minggu pengobatan.</p>2023-11-30T21:57:49+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesianahttps://journal.ipb.ac.id/index.php/actavetindones/article/view/46657Putative Mechanical Asphyxiation and Cerebral Cyst in a Sudden Death Changeable Hawk Eagle (Nisaetus chirratus)2023-12-01T09:38:39+07:00Andreas Bandang Hardianandreasbandangh@ub.ac.idWarih Pulung Nugrahaniwarih.nugrahani@gmail.comIrhamna Putri Rahmawatiirnairhamna@wrcjogja.orgSitarina Widyarinisitarina@ugm.ac.id<p>An adult changeable hawk eagle (Nisaetus chirratus) was found dead with no significant lesion. Previous health examination showed no abnormality suggesting that the bird underwent sudden death. Necropsy resulted no significant findings except intact living prey stuck at the upper digestive tract and nodular lesion accompanied with cerebral cyst in the cerebrum. Intact lizard body was found in the proventriculus suggesting that the bird showed odd feeding behaviour of failing to macerate the lizard. Thus, mechanical asphyxiation due to proventricular content compression was highly expected as the cause of this sudden death event. A cerebral cyst with nodular masses was present and might become space-occupying lesion in the cerebrum which distorted the cerebral parenchyma and affected the centre of neural response. Histopathology revealed that there were no proliferative reaction and neoplastic growth present. Hence, we presumed that the nodular masses came from outwards compression during the cyst formation.</p>2023-11-20T16:37:29+07:00Copyright (c) 2023 Acta VETERINARIA Indonesiana